Makam Sunan Gunung Jati |
A. Selayang Pandang
Kota Cirebon
merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang cukup terkenal berkat adanya makam
Syarif Hidayatullah, seorang mubaligh, pemimpin spiritual, dan sufi yang juga
dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Peristirahatan terakhir Sunan Gunung
Jati dan keluarganya ini disebut dengan nama Wukir Sapta Rengga. Makam
ini terdiri dari sembilan tingkat, dan pada tingkat kesembilan inilah Sunan
Gunung Jati dimakamkan. Sedangkan tingkat kedelapan ke bawah adalah makam
keluarga dan para keturunannya, baik keturunan yang dari Kraton Kanoman maupun
keturunan dari Kraton Kasepuhan.
Di makam ini
terdapat pasir malela yang berasal dari Mekkah yang dibawa langsung
oleh Pangeran Cakrabuana, putera Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari
Kerajaan Padjadjaran. Karena proses pengambilan pasir dari Mekkah itu
membutuhkan perjuangan yang cukup berat, maka pengunjung dan juru kunci yang
akan keluar dari kompleks makam ini harus membersihkan kakinya terlebih dahulu,
agar pasir tidak terbawa keluar kompleks walau hanya sedikit. Larangan tersebut
merupakan instruksi langsung dari Pangeran Cakrabuana sendiri.
Makam yang
menempati lahan seluas 4 hektar ini merupakan obyek wisata ziarah yang banyak
dikunjungi oleh para wisatawan/peziarah baik dari Cirebon maupun kota-kota
sekitarnya. Kedatangan para peziarah itu biasanya berlangsung pada waktu-waktu
tertentu seperti Jumat Kliwon, peringatan maulud Nabi Muhammad SAW, ritual
Grebeg Syawal, ritual Grebeg Rayagung, dan ritual pencucian jimat.
B. Keistimewaan
Bangunan makam
Sunan Gunung Jati memiliki gaya arsitektur yang unik, yaitu kombinasi gaya
arsitektur Jawa, Arab, dan Cina. Arsitektur Jawa terdapat pada atap bangunan
yang berbentuk limasan. Arsitektur Cina tampak pada desain interior dinding
makam yang penuh dengan hiasan keramik dan porselin. Selain
menempel pada dinding makam, benda-benda antik tersebut juga terpajang di
sepanjang jalan makam. Semua benda itu sudah berusia ratusan tahun, namun
kondisinya masih terawat. Benda-benda tersebut dibawa oleh istri Sunan Gunung
Jati, Nyi Mas Ratu Rara Sumandeng dari Cina sekitar abad ke-13 M. Sedangkan
arsitektur Timur Tengah terletak pada hiasan kaligrafi yang terukir
indah pada dinding dan bangunan makam itu.
Keunikan
lainnya tampak pada adanya sembilan pintu makam yang tersusun bertingkat.
Masing-masing pintu tersebut mempunyai nama yang berbeda-beda, secara berurutan
dapat disebut sebagai berikut: pintu gapura, pintu krapyak, pintu pasujudan,
pintu ratnakomala, pintu jinem, pintu rararoga, pintu kaca, pintu bacem, dan
pintu kesembilan bernama pintu teratai. Semua pengunjung hanya boleh memasuki
sampai pintu ke lima saja. Sebab pintu ke enam sampai ke sembilan hanya
diperuntukkan bagi keturunan Sunan Gunung Jati sendiri.
Kompleks makam ini
juga dilengkapi dengan dua buah ruangan yang disebut dengan Balaimangu
Majapahit dan Balaimangu Padjadjaran. Balaimangu Majapahit merupakan bangunan
yang dibuat oleh Kerajaan Majapahit untuk dihadiahkan kepada Sunan Gunung Jati
sewaktu ia menikah dengan Nyi Mas Tepasari, putri dari salah seorang pembesar
Majapahit yang bernama Ki Ageng Tepasan. Sedangkan Balaimangu Padjadjaran
merupakan bangunan yang dibuat oleh Prabu Siliwangi untuk dihadiahkan kepada
Syarif Hidayatullah sewaktu ia dinobatkan sebagai Sultan Kesultanan Pakungwati
(kesultanan yang merupakan cikal bakal berdirinya Kesultanan Cirebon).
Selain terkenal
dengan arsitektur bangunannya yang unik, obyek wisata ziarah makam Sunan Gunung
Jati ini juga terkenal dengan berbagai macam ritualnya, yaitu ritual Grebeg
Syawal, Grebeg Rayagung, dan pencucian jimat. Grebeg Syawal ialah tradisi
tahunan yang diselenggarakan setiap hari ke 7 di bulan Syawal, untuk mengenang
dan melestarikan tradisi Sultan Cirebon dan keluarganya yang berkunjung ke
makam Sunan Gunung Jati setiap bulan itu. Sedangkan Grebeg Rayagung ialah
kunjungan masyakat setempat ke makam yang diadakan setiap hari raya Iduladha.
Selain itu, terdapat juga ritual tahunan pada hari ke-20 di bulan Ramadhan,
tradisi itu disebut “pencucian jimat” dan benda-benda pusaka (gamelan dan
seperangkat alat pandai besi) yang merupakan benda peninggalan Sunan Gunung
Jati. Tradisi ini dilaksakan setelah shalat shubuh, bertujuan untuk
memperingati Nuzulul Qur‘an yang jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.
C. Lokasi
Makam Sunan Gunung
Jati terletak di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon,
Propinsi Jawa Barat, Indonesia.
No comments:
Post a Comment